Sumenep || Detik24jam.id — Persidangan perkara Nomor 217/Pid.B/2025/PN.Smp kembali memunculkan sejumlah fakta mengejutkan.
Dalam sidang lanjutan yang digelar Senin 8 Desember 2025. Alih-alih menguatkan dakwaan pengeroyokan, keterangan saksi yang saling bertolak belakang, visum yang tak jelas, video yang terpotong, hingga DPO yang tidak pernah dipublikasikan justru membuka banyak tanda tanya besar.
Kuasa hukum para terdakwa, Marlaf Sucipto, menyebut perkara yang melibatkan si ODGJ di Desa Rosong, Kecamatan Nonggunong, Sumenep awal April 2025 ini sarat kejanggalan dan terkesan dipaksakan.
Saksi-Cabut-BAP: Pondasi Dakwaan Mulai Goyang
Dua saksi yang sebelumnya menyatakan adanya saling pukul dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) justru mencabut keterangannya di persidangan.
“Di BAP mereka bilang ada pemukulan. Tapi di persidangan mereka menyatakan tidak ada. Ini kontradiksi serius,” ujar Marlaf usai sidang kepada media.
Katanya, satu-satunya saksi verbalisan yang mengaku melihat langsung pun tak mampu menjelaskan detail dasar seperti tangan mana yang digunakan memukul atau alur kejadian sebelum dan sesudah peristiwa.
“Keterangan yang kabur seperti ini tidak bisa dijadikan dasar pembuktian pidana,” tegasnya.
Pelaku Utama Justru DPO Misterius
Fakta lain yang memantik kritik kuasa hukum terdakwa adalah keberadaan satu orang yang dinyatakan sebagai pelaku utama namun berstatus DPO. Hingga kini Polres Sumenep belum merilis identitas maupun informasi resmi terkait DPO tersebut.
“Lucu. Ada DPO, tapi tidak pernah dipublikasikan. Justru kami yang diminta bertanya ke polisi. Ini janggal,” kata Marlaf mengutip pernyataan penyidik dari Polsek Nonggunong saat sidang Senin sore.
Tiga Terdakwa Dijerat Pasal Berat, Padahal Hanya Mengikat Atas Permintaan Istri Korban
Dalam sidang lanjutan terungkap bahwa tindakan pengikatan yang dilakukan tiga terdakwa bukanlah bentuk kekerasan spontan.
Menurut Marlaf Sucipto, saat Sahwito (si ODGJ) mengamuk di acara pernikahan di Desa Rosong, Kades Rosong Yayuk menghubungi istri Sawito. Sang istri justru meminta agar suaminya diikat demi keselamatan orang lain dan dirinya sendiri.
“Jadi pengikatan itu permintaan keluarga, bukan niat jahat. Tapi tiga warga ini malah dijadikan terdakwa,” kata Marlaf menambahkan.
Visum Korban Tidak Kuat: Luka Bisa Terjadi Saat Terjatuh
Hasil visum terhadap Sahwito (korban) menunjukkan luka akibat “benturan benda keras”. Tetapi, kata Marlaf, itu tidak otomatis menunjukkan pemukulan.
“Keterangan saksi menyebut korban jatuh tersungkur ke saluran air. Itu cukup menjelaskan luka yang muncul,” jelas Marlaf.
Sebaliknya, lanjut Marlaf, visum terhadap para terdakwa seperti Asip, Adus, dan Musahwan justru membuktikan mereka yang menjadi korban dalam insiden tersebut.
Ahli Jiwa: Korban Mengalami Gangguan Kejiwaan
Keterangan ahli jiwa dari RSUD dr H Moh Anwar Sumenep, dr Utomo, MKes memberi keterangan dalam persidangan Senin sore. dr Utomo menegaskan bahwa Sahwito (korban), memiliki gangguan kejiwaan yang berpotensi membahayakan diri sendiri dan orang lain.
“Ahli menjelaskan penanganannya memang harus melalui fasilitas kesehatan, termasuk rumah sakit jiwa. Ini justru membenarkan tindakan pengamanan yang dilakukan warga saat itu,” tambah Marlaf.
Dengan penjelasan medis tersebut, kata Marlaf, tuduhan bahwa warga sengaja melakukan tindak pidana dinilai tidak tepat.
Video “Dipangkas”: Tidak Ada Bukti Pemukulan
Video yang beredar dan dijadikan salah satu alat bukti ternyata tidak memperlihatkan adegan pemukulan.
“Yang tampak hanya luka dan kondisi korban diikat. Tidak ada adegan pemukulan. Dan seluruh terdakwa konsisten menyangkal melakukan pemukulan,” ungkap Marlaf.
Menurutnya, penggunaan video yang tidak utuh ini makin menunjukkan lemahnya pembuktian.
Konfrontir Tidak Dilakukan: Mengapa?
Dalam proses penyidikan, konfrontir antara saksi tidak pernah dilakukan. Padahal, menurut Marlaf, langkah itu sangat wajar ketika keterangan saksi saling bertolak belakang.
“Kenapa tidak dilakukan? Ini pertanyaan besar. Padahal perbedaan keterangan saksi itu mencolok,” ujarnya.
Marlaf: “Kasus Ini Terlalu Banyak Kejanggalan untuk Dipaksakan”
Berdasarkan seluruh rangkaian fakta persidangan, Marlaf menilai dakwaan pengeroyokan secara bersama-sama sangat lemah.
“Sampai saat ini bukti pemukulan bersama-sama itu tidak ada. Yang ada justru fakta bahwa warga berupaya mengamankan orang dengan gangguan kejiwaan atas permintaan keluarga,” pungkasnya.
Kuasa hukum kini juga mendorong agar kasus SP3 atas laporan Pak Asip segera dibuka kembali karena dinilai berkaitan erat dengan perkara ini.
Kasus yang Menyimpan Banyak Tanda Tanya
Perkara ini kini tidak hanya menjadi persoalan pidana biasa, tetapi juga membuka diskusi lebih luas mengenai:
Transparansi penyidik dalam menetapkan DPO
Objektivitas dalam proses penyidikan
Penanganan warga terhadap ODGJ
Konsistensi saksi dan alat bukti
Kemungkinan kriminalisasi warga yang bertindak karena keadaan darurat
Publik kini menantikan langkah lanjutan dari Majelis Hakim serta klarifikasi resmi dari Resort Polres Sumenep. (MLDN)














